Matinya Hati Generasi Gen Z Saat Berkumandang Azan Maghrib di Bumi Aceh
Aradionews.id - Aceh daerah yang dijuluki Serambi Mekkah, merupakan wilayah satu-satunya di Indonesia yang secara resmi menerapkan syariat Islam dalam tatanan hukum dan kehidupan masyarakatnya. Suara azan yang berkumandang lima kali sehari bukan hanya panggilan salat, tapi simbol hidupnya ruh Islami yang mengakar dalam budaya dan identitas rakyat Aceh. Namun hari ini, seiring datangnya gelombang modernitas dan digitalisasi, muncul kegelisahan:
*Apakah hati generasi muda, khususnya Gen Z, masih tergerak saat mendengar panggilan azan, atau justru telah mati pelan-pelan?
- Generasi Gen Z dan Gempuran Dunia Digital
Gen Z adalah generasi yang lahir dalam pelukan teknologi. Mereka tumbuh dengan gadget di tangan dan media sosial sebagai ruang aktualisasi diri. Tidak ada yang salah dengan kemajuan zaman. Tapi ketika teknologi menjadi candu, dan ketika azan Maghrib tak lagi mampu mengalahkan notifikasi TikTok atau Instagram, maka kita patut bertanya:
*Apa yang sebenarnya sedang terjadi?
Di Aceh, meskipun secara hukum agama memiliki kekuatan formal, kenyataannya banyak remaja dan pemuda yang tetap asyik nongkrong di warung kopi, bermain gim online, atau scroll media sosial bahkan saat azan Maghrib berkumandang. Beberapa masjid tetap sepi, shaf di belakang imam makin mundur, bahkan ada yang tetap berada di luar, seolah azan hanyalah suara latar yang tak lagi menyentuh hati.
- Tradisi yang Luntur di Tengah Kultur Baru
Dulu, ketika azan Maghrib berkumandang, masyarakat Aceh seperti otomatis "berhenti bergerak". Anak-anak berlarian pulang, orang dewasa menutup toko, dan televisi pun kadang dikecilkan suaranya. Maghrib bukan hanya soal waktu salat, tapi momen sakral yang menjadi poros spiritual keluarga dan komunitas.
Kini, tradisi itu perlahan luntur. Lampu kafe makin terang saat Maghrib, bukan dimatikan. Anak muda tertawa terbahak dalam obrolan kosong, tak terganggu oleh suara azan yang dulu membuat orang menundukkan kepala.
Pertanyaannya bukan lagi apakah kita sedang menghadapi kemunduran iman, tapi apakah hati generasi kita sudah mati terhadap panggilan Tuhan?
- Penyebab Matinya Hati: Bukan Sekadar Kesibukan
Ada beberapa faktor yang membuat hati generasi muda menjadi "mati" saat mendengar azan:
Ketika melihat teman-teman lain cuek terhadap azan dan salat, maka rasa bersalah perlahan menghilang. Apa yang dulunya dianggap lalai kini menjadi biasa saja.
- Ketiadaan Role Model di Rumah dan Sekitar
Banyak anak muda tidak melihat teladan yang kuat dari orang tua atau tokoh masyarakat. Jika di rumah sendiri orang tua tak segera bangkit saat azan, maka siapa lagi yang bisa menggerakkan?
- Kesenjangan antara Hukum dan Kesadaran
Meski Aceh menegakkan syariat, kesadaran spiritual tak bisa dipaksakan lewat hukum semata. Ia butuh pendekatan hati, pendidikan, dan pembiasaan sejak dini.
- Kecanduan Dunia Virtual
Dunia digital membuat jiwa kita mati rasa. Mata terus terpaku pada layar, telinga lebih sensitif pada nada dering daripada suara azan. Hati yang dipenuhi dunia virtual tak lagi peka terhadap suara langit.
- Bukan Salahkan Teknologi, Tapi Kembalikan Kesadaran
Solusi dari masalah ini bukanlah menolak teknologi atau menyalahkan generasi. Yang perlu dilakukan adalah menghidupkan kembali ruh iman dalam cara yang kontekstual:
1.Buat konten dakwah yang relevan dengan gaya Gen Z.
2.Bangun komunitas positif di dunia nyata dan dunia maya.
3.Libatkan anak muda dalam kegiatan masjid bukan hanya sebagai peserta, tapi sebagai pelaksana.
4.Ciptakan keluarga yang salat berjamaah di rumah saat Maghrib sebagai kebiasaan yang diperjuangkan bersama.
- Azan Itu Panggilan Cinta, Bukan Ancaman
Azan bukanlah alarm semata. Ia adalah panggilan lembut Allah kepada hamba-Nya untuk kembali sejenak dari hiruk-pikuk dunia. Ketika hati tak lagi bergetar mendengarnya, bukan karena azannya kurang keras, tapi karena hati kita yang tertutup terlalu rapat.
Saat azan Maghrib berkumandang di bumi Aceh dan anak-anak muda tetap sibuk dengan dunianya, maka itu bukan hanya soal salat yang terlewat, tapi tanda bahwa hati mereka sedang sekarat atau bahkan mati.
Mari kita bangkitkan Kembali Kesadaran
Kita tidak sedang bicara tentang generasi yang rusak, tapi generasi yang kehilangan arah karena kurang dibimbing. Tugas kita bukan menghakimi, tapi membangunkan. Kita harus hadir bukan sebagai hakim, tapi sebagai pelita. Jangan biarkan azan hanya menjadi gema yang berlalu di udara tanpa bekas di dada.***





