Pernyataan Koordinator Aksi di Aceh Utara Picu Kritik: PWA Minta Klarifikasi atas Tuduhan Terhadap Wartawan
Aradionews.id – Aksi unjuk rasa yang digelar oleh kelompok yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Tani Aceh Utara Melawan di depan Kantor Bupati Aceh Utara berlangsung tegang setelah pernyataan kontroversial dilontarkan oleh koordinator aksi, Dwijo Warsito, yang menyudutkan sejumlah wartawan yang tengah meliput.
Dalam situasi yang semula berjalan kondusif, Dwijo menolak memberikan keterangan resmi kepada media, dan menyebut para wartawan yang hadir sebagai “wartawan milik PTPN IV (PN4)”. Ucapan tersebut sontak menuai reaksi dari komunitas jurnalis, yang menilai pernyataan itu sebagai bentuk pelecehan terhadap profesi wartawan.
“Semua media yang hadir ini wartawan PN4,” ujar Dwijo dengan nada sinis, saat diminta tanggapan oleh sejumlah jurnalis seusai aksi.
Menanggapi hal tersebut, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Aceh (DPP-PWA) melalui Ketua Umum Maimun Asnawi dan Ketua Harian Armiadi AM, mendesak Dwijo untuk memberikan klarifikasi sekaligus menyertakan bukti atas tudingan tersebut.
“Jika menuduh wartawan berpihak, harus disertai bukti. Tuduhan tanpa dasar ini menciderai etika demokrasi dan profesi jurnalistik,” kata Maimun dalam pernyataan resminya, Rabu sore.
PWA menegaskan bahwa peran media dalam konflik agraria di Cot Girek sejauh ini telah membantu membuka ruang dialog publik melalui pemberitaan yang independen dan berimbang.
“Justru media yang mengangkat isu ini ke permukaan. Wartawan menjalankan fungsi kontrol sosial sesuai amanah Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Menuding tanpa bukti bukan saja keliru, tapi juga melemahkan upaya bersama untuk mencari keadilan,” tambah Maimun.
Pers di Tengah Konflik: Profesionalisme dan Tantangan di Lapangan
Peristiwa ini menambah catatan panjang tantangan yang dihadapi jurnalis saat meliput konflik agraria di daerah. Ketegangan antara kepentingan masyarakat, pemerintah daerah, dan perusahaan perkebunan kerap menempatkan media di posisi sulit, terutama ketika pemberitaan tidak sejalan dengan narasi salah satu pihak.
Menurut pengamat media lokal, insiden ini seharusnya menjadi momen reflektif bagi semua pihak untuk lebih menghargai peran pers sebagai penyampai fakta dan pemantik diskusi publik.
“Kalau wartawan dituduh tanpa dasar hanya karena tidak memihak, itu menunjukkan rendahnya literasi media dan buruknya etika dialog,” ujar salah satu akademisi komunikasi di Lhokseumawe yang tak ingin disebutkan namanya.
PWA menyerukan kepada aparat dan elemen masyarakat sipil untuk memastikan bahwa kebebasan pers tetap terlindungi, terutama dalam peliputan isu-isu sensitif yang menyentuh hak-hak masyarakat.(*)





