Desak Pemkab Aceh Jaya, Wanti Cahya Serukan Pengangkatan Honorer Jadi PPPK Paruh Waktu



Aradionews.id– Gelombang ketidakpastian nasib tenaga honorer di Aceh Jaya kembali menjadi sorotan. Anggota DPRK Aceh Jaya, Wanti Cahya, secara tegas mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya untuk segera mengambil langkah konkrit: mengusulkan seluruh tenaga non-ASN di wilayah tersebut menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu.

Dalam keterangannya kepada media, Selasa (26/8/2025), Wanti menyampaikan bahwa ribuan tenaga honorer hingga kini masih bekerja tanpa kejelasan status hukum maupun perlindungan kerja yang memadai.

“Ini bukan sekadar permintaan, tapi sebuah desakan moral dan politik. Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan terhadap mereka yang sudah lama mengabdi tanpa kepastian,” tegas Wanti.


Kebijakan Pusat Dinilai Timbulkan Efek Domino

Wanti menilai, kebijakan pemerintah pusat yang menghentikan rekrutmen tenaga honorer telah menimbulkan efek domino. Tak hanya menyumbang peningkatan angka pengangguran, tetapi juga membebani sistem pelayanan publik yang selama ini justru bertumpu pada tenaga non-ASN.

“Tenaga honorer di rumah sakit, dinas kesehatan, hingga petugas kebersihan—mereka adalah tulang punggung pelayanan. Namun ironisnya, mereka terus bekerja tanpa jaminan masa depan,” ujarnya.


Solusi Realistis: PPPK Paruh Waktu

Sebagai politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Wanti menawarkan skema PPPK paruh waktu sebagai solusi jangka menengah yang realistis dan sesuai dengan kondisi fiskal daerah.

Menurutnya, selain memberikan pengakuan atas kontribusi para honorer, kebijakan ini juga akan mengisi celah kebutuhan tenaga profesional tanpa membebani APBK secara signifikan.

“Ini soal keadilan. Pemerintah tidak bisa menutup mata atas dedikasi mereka. Skema PPPK paruh waktu adalah bentuk kompromi yang bisa diterapkan segera,” pungkasnya.


Ujian Kepemimpinan Daerah

Desakan ini menjadi semacam ujian kepemimpinan bagi Pemkab Aceh Jaya. Apakah mereka siap memperjuangkan nasib tenaga honorer di tengah tekanan regulasi pusat dan keterbatasan anggaran?

Publik kini menanti, apakah suara Wanti akan menjadi pemantik perubahan atau hanya akan berakhir sebagai catatan kecil dalam dinamika birokrasi daerah. []

Postingan Lama
Postingan Lebih Baru