Menelusuri Akar Sejarah Lhokseumawe, Seminar MAA Buka Ruang Dialog Ilmiah dan Kultural



Aradionews.id – Dalam upaya merajut kembali benang sejarah yang tercecer oleh waktu, Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Lhokseumawe menyelenggarakan Seminar Sejarah dan Pemerintahan Kota Lhokseumawe selama dua hari, 14–15 Oktober 2025, bertempat di Aula Kantor Wali Kota. 

Agenda ini bukan sekadar seremoni ilmiah, melainkan langkah konkret dalam pencarian jati diri kota yang berdiri di antara denyut masa lalu dan tantangan kekinian.

Ketua MAA Lhokseumawe, H. Saifuddin Saleh, S.H., dalam sambutannya menekankan bahwa seminar ini digelar untuk menggali akar sejarah dan menelusuri fase-fase pemerintahan Lhokseumawe secara objektif. 

Tujuannya jelas: merumuskan pijakan ilmiah sebagai dasar penetapan hari milad Kota Lhokseumawe.

“Kita tidak ingin hari jadi kota ini hanya didasarkan pada keputusan administratif belaka. Sejarah harus hadir sebagai landasan, bukan sekadar latar,” ujar Saifuddin Saleh.


Peta Pemikiran Lintas Disiplin dan Generasi

Seminar menghadirkan lima narasumber dengan latar belakang berbeda, menciptakan dialog lintas perspektif. Di antaranya:

Hermansyah, M.Th., M.Hum., pakar artefak dan situs sejarah dari UIN Ar-Raniry, mengulas jejak material masa lampau Lhokseumawe yang terlupakan.

  Farhan Zuhri, S.Hum., M.Pd., anggota Komisi A DPRK Lhokseumawe, menekankan pentingnya harmonisasi sejarah lokal dengan kebijakan daerah.

  Dr. Saifuddin Dhuhri dari UIN Sultanah Nahrasiah, memaparkan rekonstruksi narasi sejarah berdasarkan sumber tertulis dan tradisi lisan.

  H. M. Rizal, S.H., tokoh adat, membawa perspektif lokal dalam memahami identitas masyarakat Lhokseumawe sebagai warisan hidup.

Dan tentu saja, Saifuddin Saleh sendiri yang mengulas keterkaitan adat dan pemerintahan sebagai fondasi sejarah kota ini.


Lebih dari Sekadar Penetapan Tanggal

Seminar ini diikuti oleh unsur pemerintahan kota, DPRK, kecamatan, mukim, gampong, lembaga adat, seni-budaya, tokoh agama, hingga keterwakilan perempuan.

Formatnya membuka ruang refleksi bersama bahwa sejarah bukan milik akademisi semata, melainkan milik seluruh lapisan masyarakat.

“Langkah ini akan melahirkan satu tanggal yang tidak hanya administratif, tetapi juga memiliki kekuatan narasi dan legitimasi adat serta akademik,” ujar Saifuddin, yang menyebut bahwa hasil seminar akan direkomendasikan ke pemerintah kota sebagai dasar penetapan hari jadi Lhokseumawe.


Membangun Ingatan Kolektif

Penetapan hari milad kota bukan soal tanggal semata, melainkan soal memori kolektif yang mengikat generasi.

Lhokseumawe, yang selama ini dikenal sebagai kota industri dan pelabuhan, kini berikhtiar menegaskan kembali wajah kulturalnya — bahwa di balik batu bara dan gas, ada akar sejarah yang tak boleh hilang dari ingatan.

Dan di situlah, peran MAA hadir bukan sebagai penjaga masa lalu, tapi penata arah masa depan.[]

Postingan Lama
Postingan Lebih Baru