Rapai Damai Aceh": Nada Perdamaian Bergema dari Lhokseumawe




Aradionews.id – Dua dekade sejak dentuman senjata berganti gema damai, masyarakat Aceh kini merayakan perjalanan panjang itu melalui irama budaya. Malam ini, Selasa (19/8), Gampong Blang Poroh, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, akan menjadi panggung lahirnya suara perdamaian dalam perayaan budaya bertajuk "Rapai Damai Aceh."

Kegiatan ini digelar sebagai bagian dari peringatan 20 tahun perdamaian Aceh, menyusul penandatanganan Nota Kesepahaman Helsinki (MoU Helsinki) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005 silam. Selain itu, acara ini juga sekaligus menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, mempertemukan dua momen bersejarah dalam satu panggung seni.

Berbeda dengan peringatan seremonial yang sering kali kaku, "Rapai Damai Aceh" memilih jalur yang lebih mengakar—seni dan budaya sebagai medium dialog. Acara ini merupakan hasil kolaborasi antara Pemerintah Gampong Blang Poroh dan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Aceh (DPP-PWA).

Dua grup rapai ternama, Rapai Raja Itam dari Blang Poroh dan grup rapai dari Gampong Blang Wue Baroh, Kecamatan Blang Mangat, akan tampil dalam pertunjukan Rapai Uroeh, kesenian tradisional yang tak hanya menghibur, tapi juga menyuarakan narasi kolektif masyarakat Aceh: dari luka, menuju luka yang sembuh.

“Lewat irama rapai, kami ingin menyuarakan pesan damai, memperkuat identitas budaya Aceh, serta mengenang kemerdekaan yang ditebus dengan darah dan pengorbanan,” ujar Tgk. Bustami, Ketua Panitia Pelaksana, dalam keterangannya kepada media.

Menurut Bustami, pergelaran ini bukan sekadar panggung seni. Ia menyebutnya sebagai ruang refleksi, tempat di mana masyarakat bisa meneguhkan kembali semangat gotong royong, mempererat silaturahmi lintas gampong, serta merawat semangat kebangsaan dalam konteks Aceh yang damai.

Rapai Uroeh dalam konteks ini mengambil posisi strategis—seni sebagai jembatan kesadaran. Tak hanya mempersatukan seniman, warga, dan komunitas pers, tetapi juga mengukuhkan seni sebagai elemen penting dalam membangun keberlanjutan perdamaian.

“Rapai Uroeh adalah bukti bahwa seni dapat menjadi jembatan kesadaran, membangkitkan rasa, menggugah makna, dan menyatukan kita sebagai bangsa. Damai Aceh untuk semua,” tutup Tgk. Bustami, yang akrab disapa Tgk. Bus.

Di tengah gempuran modernitas, "Rapai Damai Aceh" adalah penegasan bahwa budaya lokal bukan sekadar warisan, melainkan alat untuk merawat ingatan kolektif, serta menyemai harapan baru di atas tanah yang pernah porak poranda oleh konflik. Dan malam ini, dari Blang Poroh, suara damai itu kembali bergema.(aradio/ril).

Postingan Lama Tak ada hasil yang ditemukan
Postingan Lebih Baru